Senin, 18 November 2013
PERAN GURU BK TERHADAP KESUKSESAN KARIER SISWA SMK
PERAN GURU BK TERHADAP KESUKSESAN KARIER SISWA SMK
LANDASAN TEORI
A. Hakekat
Bimbingan dan Konseling.
1.
Makna
Bimbingan dan Konseling
Dari
pemaparan dalam makalah ini diberikan pembatasan dalam program Bimbingan da
Konseling sebagai sebagai bentuk kepedulian dan pembiasaan hidup sosial dari
pihak sekolah. Dari pembatasan permasalahan, arti dari bimbingan disekolah SMK
merupana bentuk bimbingan kejuruan yang mempunyai arti sesuai dengan KBBI
(2008) adalah layanan bimbingan dan
penyuluhan serta bimbingan karier kejuruan yang diberikan sekolah menengah
kejuruan kepada calon siswa dan tamatanya.
Dari
penelaahan Bimbingan dan Konseling (Winkel & Sri Hastuti, 2012 : 27)
memberikan arti Guidance dan Counseling yang mempunyai arti
menunjukkan jalan (showing the way),
memimpin (leading), menuntun (conducting), memberi petunjuk (giving instruction), mengatur (regulating), mengarahkan (governing), dan memberi nasehat (giving advice).
Dari
pengertian paparan di atas maka kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah
merupakan bentuk pemberian penanganan secara proses, prosedur, teknik yang
diberikan, pelayanan kepada konseli
secara efektif dan efisien.
2.
Ruang
Lingkup Bimbingan
Dari
pemaparan bimbingan dan konseling di atas, maka bimbingan dan konseling dapat
berfungsi menawarkan bantuan dalam menghadapi masalah supaya perkembangan
pribadi seseorang dapat berlanjut dan tidak berhenti di jalan. Dengan kata lain
ruang lingkup bimbingan dan konseling tidak terbatas pada berapa golongan umur,
kelompok, golongan, problematika tertentu, lapisan masyarakat tertentu serta
struktur kepribadian tertentu. Namun deikian terdapat persyaratan seseorang
mendapat pelayanan bimbingan dan konseling seperti : a) sudah sampai umur
tertentu, b) mampu menggunakan pikiran dan kemauan sendiri sebagai manusia
bebas tidak terbawa perasaan, c) rela memanfaatkan pelayanan bimbingan, d)
harus ada kebutuhan obyektif untuk menerima pelayanan bimbingan (Wingkel, 2012)
3.
Tujuan
Bimbingan dan Konseling
Kegiatan
bimbingan dan konseling di sekolah terutama sekolah SMK supaya melalui
bimbingan menjadikan siswa sebagai individu atau kelompok individu sebagai
pelanggan yang dilayani oleh pihak sekolah mampu menghadapi semua tugas yang
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembanganya secara sadar, mewujudkan kesadaran
dan kebebasan dalam membuat pilihan secara bijaksana, mampu mengambil beraneka
tindakan penyesuaian diri secara memadai, bantuan menghadapi masalah, pilihan,
menentukan sikap, tindakan, bimbingan dalam kehidupan sekarang sebagai pioneer
pembuka jalan untuk menjalani hidup.
Dalam
kegiatan ini pihak siswa membawa
kedewasaan, mencapai hal yang positif, dan mampu menunjang perkembangan dan
mampu mewujudkan bentuk pendidikan nasional. Sesuai dengan paparan pada
kurikulum (Dinas P dan K) juga memuat pemberian bantuan khusus berupa
(pe)layanan bimbingan kepada siswa dalam mengembangkan diri untuk membawa siswa
menuju aktivitas hidup sepanjang hayat sesuai dengan struktur Materi Pendidikan
mulai Sekolah.
4.
Asas
Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Dalam
memberikan bantuan kepada siswa dalam memecahkan permasalahan yang ada, perlu
mengingat berbagai asas yang ada dalam penyelenggaraan program bimbingan dan
konseling.
Pelaksanaan
dan penggunaan asas tersebut dimaksudkan agar prinsip dasar pelaksanaan
bimbingan dan koseling dapat terlaksana sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai :
1) fungsi penyaluran, 2) fungsi penyesuaian, dan 3) fungsi pengadaptasian
(Wingkel, 2012 : 67).
Beberapa
asas pelayanan bimbingan dan konseling seperti : 1) menaruh perhatian pada
keseluruhan perkembangan siswa sebagai individu yang mandiri dan mempunyai
potensi untuk berkembang dalam semua aspek kepribadiannya, 2) bimbingan
berkisar pada dunia subyektif masing-masing siswa dan mahasiswa, 3) mengarah
pada suasana dan situasi bekerja sama antar tenaga pendidik yang membimbing dan
yang dibimbing, 4) berasaskan pengakuan martabat dan keseluruhan individu
sebagai manusia yang berdaulat dan
bebas, 5) bercorak ilmiah sebagai ilmu terapan, 6) dapat dimanfaatkan semua
siswa, dan 7) bercirikan proses, terus menerus, berurutan dan sesuai tahapan
perkembangan siswa (Wingkel, 75-78).
5.
Bimbingan
dan Konseling di Sekolah
Tenaga
bimbingan di sekolah menengah dan perguruan tinggi harus memiliki berbagai
pandangan terhadap masalah yang actual dan mampu menangani bidang permasalahan
seperti : a) belajar, mativasi, hubungan guru/dosen dengan siswa dll, b)
keluarga dengan rincian suasana keluarga, perceraian orang tua dll, c)
pengisian waktu luang, d) pergaulan teman sebaya, e) pergulatan diri sendiri.
(Wingkel, 2012).
6.
Pola
dasar Pelaksanaan Bimbingan
Pola
dasar bimbingan merupakan suatu asas pokok mengatur penyebaran bimbingan di
sekolah, dengan mempertimbangkan kegiatan bimbingan apa yang akan diadakan dan
rangkaian kegiatan itu dilaksanakan oleh siapa dan diberikan kepadasiapa. Pola
tersebut antara lain : generalism (general),
specialism (spesialis), curricular design (kurikuler), dan human relation and mental health (relasi
manusiawi serta kesehatan menta. Dari pola tersebut di atas, bentuk bimbingan
yang diselenggarakan adalah bimbingan individual dan bimbingan kelompok
(Wingkel, 2012).
7.
Komponen
bimbingan
Tahapan
pelaksanaan bimbingan dengan urutan : a) pengumpulan data, b) pemberian
informasi, c) penempatan, d) konseling, e) konsultasi, f) evaluasi program. Dalam
pelaksanaan bimbingan di SMA/SMK kebutuhan penyelesaian masalah siswa semakin
kompleks, berbagai masalah dihadapi, berbagai masalah muncul dan berbagai
tantangan, pilihan dan masukkan sangat dibutuhkan oleh siswa (Wingkel, 2012).
8.
Bimbingan
dengan pendekatan Behavioristik
Pendekatan
dengan behavioristic membawa beberapa
teori yang ada, salah satunya adalah reality
therapy yang dikembangkan William Glasser dimana kenyataan harus diterima,
yaitu tingkah laku yang nyats, memunculkan rasa tanggung jawab, memenuhi
kebutuhan dicintai dan mencintai, dihargai, dihormati dan kebergunaan yang
sesuai dengan permasalahan yang ada. Pendekatan lain menggunakan multimodal counceling yaitu pendekatan
dengan memadukan banyak unsur seperti tingkah laku nyata, sensasi, sikap, pendekatan
pribadi dan pendekatan fisik serta kesehatan jasmani. (Wingkel, 2012)
B. Karakteristik
Perkembangan Anak Remaja Awal
Siswa
usia SMK merupakan siswa yang masih dalam fase perubahan, yaitu perubahan fase
kanak-kanak ke fase dewasa awal. Fase ini mempunyai berbagai bentuk pertumbuhan
dan perkembangan dengan berbagai karakteristik khas seperti :
1)
Perkembangan
Fisik
Anak-anak
usia golden age (0-5 tahun) merupakan
sebuah pondasi emas yang sangat menentukan kualitas
hidup di masa yang akan datang. Setelah menginjak pada fase selanjutnya,
dipaparkan oleh Dähler Franz (1975:12)
adalah fase dimana terjadi terjadi proses selain mengalami percepatan
pertumbuhan tinggi badan dan berat badan para remaja juga mengalami proses
kematangan seksual seperti :
a.
Karakteristik
kelamin primer
Para remaja
putra terjadinya pengeluaran sperma dan menegangnya alat kelamin pada saat
tertentu sedangkan pada remaja putri terjadinya loncatan sel telur (ovulasi)
dan terjadinya menstruasi (pengeluaran sel telur yang tidak dibuahi, lendir dan
darah).
b.
Karakteristik
kelamin sekunder
Pada remaja
putra tubuh menjadi lebih jantan, suara membesar dan pecah, serta tumbuhnya
bulu-bulu/ rambut pada bagian tubuh tertentu sementara pada remaja putri mulai
nampak bentuk kewanitaannya, seperti perkembangannya buah dada dan montoknya
anggota-anggota badan.
Selain adanya perkembangan
tersebut, terjadi juga pertumbuhan
anggota badan yang berjalan tidak seimbang, tumbuh jerawat dan bintik-bintik
pada muka, punggung dan bagian tubuh lainnya. Sehingga sering timbul perubahan
tingkah laku misalnya yang semula lincah dan periang, berubah menjadi pemalu
dan rendah diri, kadang-kadang kasar, tidak tahu malu, dan lain sebagainya
(Rachman Hermawan, 1988: 28).
2)
Perkembangan
sosial
Pada
dasarnya apabila seorang remaja dalam masa pertumbuhan akan merasakan tergugahnya
rasa sosial untuk ingin bergabung dengan anggota kelompok lain karena ingin
meluaskan pergaulannya sebagai usaha mencari nilai-nilai baru dan ingin
berjuang mencapai nilai-nilai itu. Dengan demikian perilaku perubahan dari masa
kanak-kanak ke masa remaja menimbulkan konflik dalam diri, ingin bersosialisasi
dan sangat ingin merasakan hal yang baru. Perasaan yang paling sering dirasakan
adalah adanya pengaruh yang sangat kecil pun akan dianggap sebagai bentuk
ekspresi diri yang aktual, mengikuti zaman, tanpa memperhatikan apakah hal
tersebut adalah pengaruh negatif ataupun positif.
3)
Perkembangan
intelektual
Selama
masa perkembanganya, fase kanak-kanak yang berubah sampai dengan fase masa
remaja mereka mulai bersikap kriris dan tidak mau menerima begitu saja perintah
atau aturan yang ada. Hal tersebut terjadi karena mereka ingin mengetahui
dasar, alasan dan sebab sesuatu dapat terjadi. Tidak jarang dengan perkembangan
intelektualnya yang bersifat kritis ini para remaja selalu mengalami konflik
atau pertentangan dengan pihak orang tua atau pendidik-pendidiknya yang
biasanya berpegang pada nilai-nilai lama.
4)
Perkembangan
emosional
Pada
masa perkembanganya, kanak-kanak yang akan menjadi remaja berada dalam keadaan
dimana perasaan belum mapan sehingga sering membawa mereka ke dalam
kegelisahan, perasaan canggung akan pertambahan tinggi badan yang dirasa “aneh”
dan mengganggu, mudah tersinggung, kesal hati, tertekan, ingin marah, tetapi
kadang-kadang berada dalam suasana gembira dan ringan hati untuk melakukan pertolongan
kepada orang lain. Dipihak lain remaja sangat membutuhkan rasa aman dalam
lingkungannya dalam bentuk pengertian akan keadaannya ataupun mengenai problema
yang sedang dihadapi, selain itu mereka perlu adanya pengakuan sosial. Dari
keadaan tertentu kondisi dari para remaja tersebut menyebabkan berbagai emosi
yang belum stabil ini celaan ataupun kritikan terkadang akan selalu ditanggapi
secara sungguh-sungguh sebagai bentuk ejekan atau remehan. Akibatnya mereka
sering bersikap antipati dan melawan (Y. Bambang Mulyono ,1984).
Dari
penelaahan berbagai teori tersebut maka, dalam penempatan guru BK harus
mengetahui dan memahami sehingga berbagai masalah yang dihadapi siswa mampu
diberikan solusi yang sesuai, tepat dan mengandung banyak asas manfaat.
MEDIA MASSA DAN PENGARUHNYA TERHADAP POLA PENDIDIKAN
MEDIA
MASSA DAN PENGARUHNYA TERHADAP POLA PENDIDIKAN
Arif Pratiwindyo
Abstract : Perkembangan
penggunaan teknologi yang terjadi akhir-akhir ini sangat berpengaruh terhadap
seluruh tatakan dan pola hidup manusia memaksa setiap individu untuk mengikuti. Berbagai teknologi canggih ditemukan
dengan tujuan untuk lebih memudahkan setiap pekerjaan yang harus dilakukan oleh
manusia. Pesatnya perkembangan teknologi tersebut berdampak yang sangat
signifikan terhadap pola kehidupan manusia. Hal tersebut sangatlah berpengaruh dan lekat erat dalam setiap
sisi kehidupan manusia. Perkembangan tersebut bagaikan dua mata pisau yang
tidak dapat dipisahkan, yang terjadi pada salah satu sisi adalah terbantunya
manusia menyelesaikan permasalahan yang dihadapi tetapi di sisi lain dapat
berperan sebagai penghancur generasi yang akan dating. Pesatnya kemajuan
teknologi di bidang media masa memaksa manusia berjuang keras menyamakan sisi
positif dan negatif yang harus dihadapinya. Permasalahan penggunaan media massa
yang tidak seharusnya sangat menjamur dimana fase anak-anak adalah merupakan golden age yang harus dijaga sebagai
pondasi utama pembangunan generasi bangsa. Permasalahan yang sangat kompleks
memaksa pemerintah sebagai lembaga yang harus menjadikan filter untuk dapat menyeimbangkan masalah penggunaan kebijakan
media massa dalam pendidikan terutama pengaruhnya dalam pendidikan anak.
Kata Kunci :
kebijakan,
media masa, kebijakan publik, pola pendidikan, fase anak-anak
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi pada masa ini sangatlah merubah
pola hidup manusia. Perkembangan alat bantu yang sangat pesat, merubah seluruh kehidupan
manusia sehingga manusia menjadi sangat bergantung kepada teknologi yang ada. Perubahan yang cepat sekali memaksa
berbagai cara untuk membawa prespektif kebidang pendidikan. Salah satu kebutuhan primer yang membawa dapak yang sangat kompleks adalah berkembangnya media massa sebagai sebuah sarana pendidikan tidak langsung terhadap kehidupan masyarakat. Media massamempunyai pengaruh yang besar dalam membangun multicultural yang ada. Dengan kata lain, media massa merupakan sebuah sarana yang sangat potensial untuk mengangkat opini public sekaligus sebagai wahana untuk berkomunikasi antar lapisan masyarakat.
Ketersediaanya media masa sebagai penyambung lidah masyarakat mempunyai berbagai sisi positif yang hebat tetapi juga merupakan sebuah senjata ampuh dalam menjatuhkan. Keterkaitan dengan isu yang hangat seperti isu keberagaman (multikultural) media massa memiliki peran positif yaitu sebagai pemberi kontribusi dalam menyebarluaskan kesepahaman antar warga, tetapi juga memiliki sisi negatif yaitu sebagai pemahaman terhadap aksi negatif sebagai sarana wahana menyebarluaskan sisi kecurigaan, ambiguitas dan juga membawa opini publik ke ranah tertentu sesuai dengan keinginan pihak-pihak tertentu.
Pada masa sebelum era reformasi, media massa sering digunakan sebagai sarana membangun sistem “kecurigaan” tentang perbedaan pendapat dalam masyarakat. Media massa berperan sebagai alat menjadikan pemahaman terhadap penguatan sebuah penilaian terhadap suatu sisi sehingga masyarakat digiring menuju sebuah penanaman sisi yang berlawanan. Pemutar balikan fakta, fitnah dan juga gossip yang belum tentu kebenaranya.
Hal yang sangat berbeda terjadi pada era sekarang dimana media massa dapat digunakan sebagai sebuah media yang digunakan untuk pemahaman terhadap pentingnya membangun sebagai sebuah proses kompromi dalam kehidupan masyarakat. Penggunaan media massa sebagai sebuah sarana untuk setiap sengketa dan perselisihan yang terjadi dalam kelompok, masyarakat ataupun negara, diharapkan dapat diselesaikan sesui ketentuan yang berlaku. Media massa dapat berfungsi sebagai suatu alat mediasi yang bersifat non-kekerasan.
B.
Pengaruh
media massa terhadap pola berfikir anak
Pada fase kanak-kanak, otak merekam semua kegiatan sebagai
aktualisasi penanaman memori jangka panjang sebagai fase dasar. Pada masa ini
terjadi masa emas pencetak pondasi pemikiran, hasrat dan gambaran perbuatan
yang akan ditiru pada masa yang akan datang. Sementara itu, kegiatan pemaparan media massa yang terselenggara masih di bawah standar pemikiran yang ada. Kebebasan yang diberikan pemerintah disalah artikan dengan kebebasan yang tidak terbatas. Berbagai pemaparan acara yang diselenggarakan merupakan bentuk kehidupan hedonism, kekerasan dan juga berbagai kejahatan yang terjadi. Kegiatan pencarian bakat yang menawarkan ketenaran, kekayaan, jabatan dan kedudukan yang dapat diraih secara instant sangat berpengaruh untuk kehidupan. Penggunaan internet sebagai wahana pemojokan diri, penyebaran berita miring dan gambar yang tidak senonoh, pendiskriditan seseorang melalui media Koran atau majalah.
Berbagai bentuk iklan dan film dengan adegan yang “menantang” memancing imajinasi berfikir sesuai dengan hasrat fitrah manusia tanpa batas. Dengan adanya berbagai media massa yang sangat maju menjadikan segala sesuatunya menjadi lebih gamblang. Neburut survey yang dilakukan ClearCommerce.com penggunaan penyalahgunaan internet untuk kejahatan di dunia, Indonesia menempati urutan kedua. Penyebaran video porno baik secara download atau up load, fake pict, fake fact, cyber crime dan masih banyak penyalahgunaan media massa untuk hal-hal yang sangat dirasa tidak berguna atau bahkan merugikan.
Bahkan disadari ataupun tidak para produser televise memaparkan adegan berupa Film Televisi (F-Tv), sinetron, reality show dan berbagai acara lain yang secara tidak langsung ditiru masyarakat dan dengan singkat merubahnya menjadi tren yang selalu diikuti sungguhpun hal tersebut adalah hal yang tidak mendidik atau hal yang bersifat negatif.
Masa kanak-anak seharusnya merupakan fase yang seharusnya dibiasakan untuk menuju hal yang diperlukan untuk hidup baik berupa soft skill, socio skill dan juga prakarsa hidup sesuai budaya bangsa.
Kondisi pelaksanaan media massa di Indonesia sangat jauh dari kesan mendidik. Hal-hal yang dipaparkan merupakan bentuk dari sikap dewasa akan tetapi berujud kekanak-kanakan. Dunia media massa bagaikan dua mata pisau yang tajam. Di satu sisi iming-iming terkenal, kaya, mendapatkan banyak fasilitas mewah dan dielu-elukan hanya dalam waktu singkat menjadi daya tarik untuk semua orang. Sementara itu sisi yang seharusnya negatif bisa menjadi positif bahkan pendukung terjadinya proses pendewasaan, penggunaan media massa sebagai bentuk pembelajaran baik formal ataupun non formal.
C.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka masalah yang akan dibahas
pada makalah ini hanya dibatasi pada :
1.
Apa yang dimaksud
dengan media massa ?
2.
Bagaimana karakteristik
perkembangan anak remaja awal ?
3.
Apa peran media massa
sebagai sarana menanamkan nilai dalam masyarakat ?
4.
Apa manfaat media massa
untuk kehidupan ?
5.
Apa pengaruh kebijakan publik media massa terhadap pola pendidikan anak?
D.
Manfaat Makalah
1.
Manfaat
bagi guru: a. Mengetahui manfaat penggunaan media massa sebagai sarana pendidikan.
b. Menanamkan sikap dan perilaku siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran yang disesuaikan denga perkembangan dan kemajuan zaman..
c. Mengimbangi pola pendidikan dengan berbagai kemajuan Iptek yang ada.
d. Membantu guru mencetak siswa yang unggul mampu menghadapi rintangan hidup, menghargai diri sendiri, orang lain dan mampu menaati peraturan yang disesuaikan perubahan zaman.
e. Mengetahui model pembelajaran yang dapat menjadikan siswa menjadi kreatif, ulet dan pantang menyerah.
f. Meningkatkan sikap ilmiah dengan kegiatan ilmiah untuk memahami konsep teoritis-praktis yang diikuti pemantapan prinsip pengetahuan yang menjadikan hasil belajar lebih baik.
2. Manfaat bagi sekolah
a. Mengetahui berbagai tingkatan dan penilaian sesuai dengan perkembangan media pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan zaman sehingga mampu memberikan pembelajaran kepada siswa sesuai dengan pengetahuan yang sesuai.
b. Memberikan motivasi kepada guru untuk dapat lebih aktif, kreatif dan inovatif dalam melaksanakan tugas sebagai pengajar sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan nasional.
c. Meningkatkan prestasi sekolah melalui pengembangan kinerja siswa dan pengembangan kinerja stake holder sekolah yang lebih baik.
3. Manfaat bagi pemerintah
a. Setelah memahami berbagai aspek dalam melihat sebuah masalah yang ada maka hal tersebut dapat mewujudkan model pembelajaran yang mangkus dan sangkil artinya dapat berdayaguna-berhasilguna, mujarab, efektif, dan efisien dalam membawa generasi baru ke jenjang yang lebih tinggi.
b. Mengoptimalkan peran kebijakan media massa sebagai sarana membina generasi muda yang kelak dapat menjadi pemimpin yang handal.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Media massa
Pengertian dari media massa adalah sarana dan saluran
resmi sebagai alat komunikasi untuk
menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas (2008, KBBI). Dengan
demikian media massa merupakan salah satu media (perantara) antar massa
(masyarakat) saling berkomunikasi, berinteraksi dan saling berkonfrontasi. Menurut jenisnya media massa dibagi menjadi media massa elektronik seperti internet, televise, radio dan lain-lain. Bentuk media massa lain seperti Koran, majalah, famflet, brosur, iklan dan lain-lain merupakan santapan publik yang juga sangat popular.
Mengingat praktisnya penggunaan media massa tanpa disadari media massa merupakan ajang global berkumpulnya berbagai informasi yang ada. Dengan masuknya berbagai informasi tersebut maka peran pemerintah sebagai filter informasi diharapkan sangat pandai memilah dan memilih tindakan yang akan melahirkan bentuk kebijakan publik.
B. Karakteristik
Perkembangan Anak Remaja Awal
1.
Perkembangan FisikAnak-anak usia golden age (0-5 tahun) merupakan sebuah pondasi emas yang sangat menentukan kualitas hidup di masa yang akan datang. Menurut Dähler Franz (1975:12), selain mengalami percepatan pertumbuhan tinggi badan dan berat badan remaja juga mengalami proses kematangan seksual yaitu :
a. Karakteristik kelamin primer
Para remaja putra terjadinya pengeluaran sperma dan menegangnya alat kelamin pada saat tertentu sedangkan pada remaja putri terjadinya loncatan sel telur (ovulasi) dan terjadinya menstruasi (pengeluaran sel telur yang tidak dibuahi, lendir dan darah)
b. Karakteristik kelamin sekunder
Pada remaja putra tubuh menjadi lebih jantan, suara membesar dan pecah, serta tumbuhnya bulu-bulu/ rambut pada bagian tubuh tertentu sementara pada remaja putri mulai nampak bentuk kewanitaannya, seperti perkembangannya buah dada dan montoknya anggota-anggota badan.
Selain adanya perkembangan tersebut, terjadi juga pertumbuhan anggota badan yang berjalan tidak seimbang, tumbuh jerawat dan bintik-bintik pada muka, punggung dan bagian tubuh lainnya. Sehingga sering timbul perubahan tingkah laku misalnya yang semula lincah dan periang, berubah menjadi pemalu dan rendah diri, kadang-kadang kasar, tidak tahu malu, dan lain sebagainya (Rachman Hermawan, 1988: 28).
2. Perkembangan sosial
Pada dasarnya apabila seorang remaja dalam masa pertumbuhan akan merasakan tergugahnya rasa sosial untuk ingin bergabung dengan anggota kelompok lain karena ingin meluaskan pergaulannya sebagai usaha mencari nilai-nilai baru dan ingin berjuang mencapai nilai-nilai itu. Dengan demikian perilaku perubahan dari masa kanak-kanak ke masa remaja menimbulkan konflik dalam diri, ingin bersosialisasi dan sangat ingin merasakan hal yang baru.
Pengaruh yang sangat kecil pun akan dianggap sebagai bentuk ekspresi diri yang aktual, mengikuti zaman, tanpa memperhatikan apakah hal tersebut adalah pengaruh negatif ataupun positif.
3. Perkembangan intelektual
Selama masa perkembanganya, kanak-kanak sampai dengan masa remaja mereka mulai bersikap kriris dan tidak mau menerima begitu saja perintah atau aturan yang ada. Hal tersebut terjadi karena mereka ingin mengetahui dasar, alasan dan sebab sesuatu dapat terjadi.
Tidak jarang dengan perkembangan intelektualnya yang bersifat kritis ini para remaja selalu mengalami konflik atau pertentangan dengan pihak orang tua atau pendidik-pendidiknya yang biasanya berpegang pada nilai-nilai lama.
4. Perkembangan emosional
Pada masa perkembanganya, kanak-kanak yang akan menjadi remaja berada dalam keadaan dimana perasaan belum mapan sehingga sering membawa mereka ke dalam kegelisahan, perasaan canggung akan pertambahan tinggi badan yang dirasa “aneh” dan mengganggu, mudah tersinggung, kesal hati, tertekan, ingin marah, tetapi kadang-kadang berada dalam suasana gembira dan ringan hati untuk melakukan pertolongan kepada orang lain.
Dipihak lain remaja sangat membutuhkan rasa aman dalam lingkungannya dalam bentuk pengertian akan keadaannya ataupun mengenai problema yang sedang dihadapi, selain itu mereka perlu adanya pengakuan sosial.
Dalam keadan emosi yang belum stabil ini celaan ataupun kritikan kadang ditanggapi secara sungguh-sungguh sebagai bentuk ejekan atau remehan. Akibatnya mereka sering bersikap antipati dan melawan (Y. Bambang Mulyono ,1984: 18).
C. Peran media massa sebagai sarana menanamkan nilai dalam masyarakat
Sebagai sebuah sarana umum untuk menampung dan menyalurkan informasi yang dibutuhkan masyarakat, perhatian kepada 'kejadian' merupakan sebuah tujuan yang hendak dicapai media massa tersebut. Peranan penting media massa diharapkan mampu memperkuat visi sosial yang dapat digunakan sebagai sumber fasilitator publik.
Dengan kata lain media massa harus mampu memberikan kontrol intern atas masalah yang dikajinya secara mendalam penuh dengan pengawasan publik yang benar.
Media massa sebagai media masyarakat diharapkan mendorong pandangan kritis terhadap faktor yang dapat memacu terjadinya pergerakan media di tengah masyarakat ditinjau dari aspek isi sehingga masyarakat dapat menjadikan media massa sebagai katalisator dalam membangun masyarakat. Hal tersebut dikarenakan pengaruh media massa yang sangat besar dalam mengangkat opini publik yang juga diharapkan menjadi ajang dialog antar lapisan masyarakat.
Media massa mempunyai berbagai peran strategis yang diantaranya adalah peranan positif, seperti : berkontribusi dalam menyebarluaskan dan memperkuat kesepahaman antar warga terhadap suatu permasalahan, sebagai ajang publik yang dapat digunakan sebagai ajang bertukar aspirasi antara pemerintah – warga, pemahaman terhadap budaya, sebagai media pengontrol dalam pengendalian seseorang, sekelompok, golongan dan juga lembaga tertentu, meningkatkan kesadaran terhadap sorotan social, politik, pertahanan – keamanan, budaya dan lain sebagainya.
Selain peran positif, media masa merupakan sebuat media yang bermata dua dengan peran negatif yang ada, seperti : adanya kekuatan penghakiman terhadap sebuah permasalahan sehingga permasalahan tersebut menjadi bias atau kabur dari data yang sesungguhnya, sebagai sebuah kekuatan untuk melakukan tindakan pembearan terhadap tindakan tertentu berupa perilaku kekerasan berdasar kesukuan, ras juga agama.
Selain itu media massa juga mempunyai berbagai kekuatan memprovokasi dan juga mereduksi fakta tertentu sehingga terjadi pergolakan dalam masyarakat, sesuai dengan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, fungsi pers adalah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial. Sementara di Pasal 6 UU Pers nasional berperan untuk : memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi dan mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia dengan menghormati kebinekaan dalam mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang akurat dan benar melakukan pengawasan.
Fungsi media massa sebagai pilar sarana pendidikan masyarakat sebagai sarana penyebar pengetahuan dan wawasan. Selain hal-hal luar biasa yang media massa dapat lakukan, media massa juga memiliki fungsi lain sebagai sumber hiburan, control sosial terhadap tindakan-tindakan pemerintah, golongan dan pergerakan masyarakat. Media massa juga mempunyai fungsi sebagai media lembaga ekonomi.
D. Pengaruh kebijakan publik media massa terhadap pola pendidikan anak
Secara perlahan-lahan namun efektif, media massa akan membentuk pandangan pemirsanya terhadap bagaimana seseorang melihat pribadinya dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-hari. Kekuatan media massa dapat memaksa semua orang meniru gaya idola mereka.
Bagi remaja dan kaum muda keinginan yang muncul bukan hanya sebagai penonton atau pendengar, tetapi akan memaksakan diri sebagai "penentu" arah media populer saat mereka berekspresi dan mengemukakan pendapatnya.
Era informasi yang sangat pesat ini membawa perubahan besar dalam tatanan kehidupan sehingga perlu ditimbulkanya peluang untuk membangun, memperbaiki pelayanan pendidikan, bisnis dan juga pemerintahan serta birokrasi yang ada. Adanya perkembangan teknologi informasi tersebut sangatlah perlu ketersediaan perangkat legal yang dapat digunakan sebagai sarana new crime (kejahatan baru) dan juga Negative Externalities (Pengeluaran hal-hal yang negatif) sebagai konsumsi publik.
Kebijakan publik merupakan kebijakan yang dikembangkan oleh lembaga-lembaga pemerintah dan pejabat-pejabat pemerintah yang dipengaruhi oleh aktor-aktor dan faktor-faktor bukan pemerintah (Winarno, 2005 : 17). Dari pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa : 1) kebijakan tidak semta-mata didominasi oleh kepentingan pemerintah; 2) aktor-aktor di luar pemerintah harus diperhatikan aspirasinya; 3) faktor yang berpengaruh harus dikaji sebelumnya.
Berbagai faktor yang telah dikemukakan tersebut menjadi suatu yang permanen dan harus disesuaikan dengan berbagai faktor yang sangat cepat bergerak di era globalisasi ini. Kekritisan masyarakat berfikir sangat dipengaruhi oleh cepatnya akses informasi yang terjadi.
Pengertian kebijakan publik yang bertolak belakang dengan pendapat di atas adalah mengenai titik tolak pengambilan kebijakan yaitu whatever governernment choose to do or not to do atau pilihan apapun adalah berpusat dari pemerintah (Dye, 1981 : 2). Walaupun bertolak belakang, sebenarnya titik pengertian dari kedua pendapat tersebut tetap sama, yaitu keputusan yang diambil bersama antara pemerintah, actor dan factor yang mempengaruhinya untuk dapat dilaksanakan atau tidak. Dengan demikian kebijakan pemerintah untuk menjadi filter penggunaan dan penyebaran informasi publik melalui media massa sangatlah penting.
Arah kebijakan media massa di Indonesia adalah kebijakan komunikasi menggunakan media massa yang secara konseptual bisa berbentuk Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), Instruksi Presiden (Inpres), Keputusan Menteri (Kepmen) dan Peraturan Daerah (Perda). Pengadaan kebijakan tersebut sebagai ilustrasi adalah adanya PP yang berupa peraturan perundang-undangan yang ditetapkan Presiden untuk menjalankan UU yang telah ditetapkan. Ketentuan tentang perlunya PP ini, biasanya termuat dalam Ketentuan Penutup sebuah UU. Dengan tidak adanya PP yang berlaku maka semua pasal yang ada tidak akan berlaku. Dengan begitu, pemerintah tetap saja dominan dalam pelaksanaan pasal-pasal UU. Artinya, terserah kepada pemerintah pelaksanaan pasal-pasal UU. Salah satu bentuk kebijakan pemerintah di bidang kebijakan media massa adalah Inpres No. 6/2001 Tentang pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia. Inpres ini dibuat karena belum adanya peraturan perundang-undangan tentang telematika di Indonesia saampai saat Inpres tersebut dibuat. Selain Inpres yang ada tersebut ada juga kebijakan media massa lain berupa Kepmen yang merupakan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Menteri, dengan isi yang lebih spesifik dan mengatur hal yang bersifat praktis. Seperti Kepmen Tahun 2004 tentang Kebijakan Komunikasi: Konsep, Hakekat dan Praktek.
Untuk beberapa kasus akan muncul juga Peraturan Menteri (Permen). Pada hakekatnyaPermen sama saja dengan Kepmen. Salah satu contoh Kepmen tentang kebijakan media massa adalah Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia No. 25/PER/M.Kominfo/5/2007 Tentang Penggunaan Sumber Daya Dalam Negeri Untuk Produk Iklan Yang Disiarkan Melalui Lembaga Penyiaran.
Sedangkan Perda adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Contoh Perda yang mengatur kebijakan media massa adalah Peraturan Daerah No. 8 Tahun 1998 yang mengatur tentang pemasangan reklame di kota Yogyakarta.
Undang-undang lain yang juga berkenaan tentang media massa adalah undang-undang yang bersumber kepada Surat Keputusan DPR RI Nomor 3/DPRRI/I/1999-2000. Dimana Surat Ketua DPR RI Nomor 01/3184/DPR RI/1999 tanggal 25 Agustus 1999 berisi persetujuan atas RUU Telekomunikasi yang diserahkan ke Presiden untuk diundangkan. Isi dari RUU tersebut antara lain ada 3 (tiga) materi perubahan terhadap Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi (UU Telekomunikasi), yaitu:
1. Penyelenggaraan telekomunikasi tidak lagi dibedakan atas jasa telekomunikasi dasar dan telekomunikasi bukan dasar, tetapi dibedakan menjadi penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan jasa telekomunikasi dan penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
2. Penyelenggaraan telekomunikasi tidak lagi hanya diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Telekomunikasi, tetapi dapat diselenggarakan pula oleh Badan Hukum lain (Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Milik Negara/Swasta maupun Koperasi). Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sehingga penyelenggara telekomunikasi tidak lagi menganut perinsip monopoli.
3. Mewajibkan kepada setiap penyelenggara jaringan dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi memberikan kontribusi dalam pelayanan di daerah yang belum berkembang atau belum terlayani jaringan telekomunikasi yang merupakan penugasan dari Pemerintah (Universal Service Obligation/USO).
Ada beberapa perihal penting yang harus dicatat dan tidak dapat diabaikan dalam proses pembahasan RUU Telekomunikasi, yaitu:
1. Mengakui (recognize) konvergennya tiga bidang:
telekomunikasi, penyiaran dan teknologi informasi, sehingga segenap tatanan
nasional perlu sesuai dan serasi dengan semakin konvergennya ketiga bidang
tersebut;
2. Membangun masyarakat Indonesia modern dan demokratis
hanya dapat terwujud dengan membangun masyarakat informasi (information
society) yang bertumpu pada system telekomunikasi nasional yang tangguh,
sehingga perlu diciptakan kesempatankesempatan yang luas untuk mewujudkannya.;
3. Dalam pada itu dalam membangun sistem telekomunikasi
nasional, yang diarahkan adalah terpeliharanya kepentingan nasional dalam arti
luas;
4. Peran pemerintah dalam suatu demokrasi yang modern
dibatasi pada penentuan arahanarahan dalam bentuk kebijaksanaan. Namun demikian
kebijaksanaan tersebut haruslah kebijaksanaan yang tegas, tidak tumpang tindih dan
menampung aspek konvergensi dimana pelaksanaan pada tataran pengaturan
dilakukan secara sangat profesional yang
dibantu oleh kemampuan-kemampuan yang ada di sektor swasta;
5. Penataan manajemen bidang frekuensi radio yang sangat
profesional dan, melalui peraturan pelaksanaan yang diturunkan dari
Undang-undang tentang telekomunikasi, menghindari berbagai hambatan, antara
lain pemusatan birokrasi.
6. Peran swasta yang luas, semakin mampu dan diharuskan
bersaing, tidak hanya dalam percaturan bisnis jasa dalam negeri, dan yang
didukung oleh Sumber Daya Manusia yang terlatih, terdidik sesuai keperluan yang
berkembang.
7. Perlindungan kepada konsumen yang jelas dan terinci,
baik ia konsumen akhir maupun konsumen antara (konsumen antara adalah
penyelenggara jasa telekomunikasi dan informasi yang menjadi konsumen jasa-jasa
telekomunikasi penyelenggara lain)
Sinkronisasi antara orang tua sebagai
media sosialisasi yang pertama, masyarakat umum, sekolah, aparatur negaara dan
juga pemerintah seharusnya digunakan untuk dapat mengendalikan media massa
secara positif.Media massa apabila digunakan untuk media pembelajaran akan menjadi sangat mumpuni, berdaya guna tinggi dan jelas memberikan gambaran tanpa penjelasan yang terlalu berbelit-belit. Keberhasilan pendidikan bisa didukung oleh kebijakan publik penggunaan media massa atau justru sebaliknya.
Kebijakan publik merupakan kebijakan yang dikembangkan oleh lembaga-lembaga pemerintah dan pejabat-pejabat pemerintah yang dipengaruhi oleh aktor-aktor dan faktor-faktor bukan pemerintah (Winarno, 2005 : 17). Dari pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa : 1) kebijakan tidak semta-mata didominasi oleh kepentingan pemerintah; 2) aktor-aktor di luar pemerintah harus diperhatikan aspirasinya; 3) faktor yang berpengaruh harus dikaji sebelumnya.
Berbagai faktor yang telah dikemukakan tersebut
menjadi suatu yang permanen dan harus disesuaikan dengan berbagai faktor
yang sangat cepat bergerak di era globalisasi ini. Kekritisan masyarakat
berfikir sangat dipengaruhi oleh cepatnya akses informasi yang terjadi.
Pengertian kebijakan publik yang bertolak belakang dengan
pendapat di atas adalah mengenai titik tolak pengambilan kebijakan yaitu whatever governernment choose to do or not
to do atau pilihan apapun adalah berpusat dari pemerintah (Dye, 1981 : 2).
Walaupun bertolak belakang, sebenarnya titik pengertian dari kedua pendapat
tersebut tetap sama, yaitu keputusan yang diambil bersama antara pemerintah,
actor dan factor yang mempengaruhinya untuk dapat dilaksanakan atau tidak.
Dengan demikian kebijakan pemerintah untuk menjadi filter penggunaan dan
penyebaran informasi publik melalui media massa sangatlah penting.
Arah kebijakan media massa di Indonesia adalah kebijakan
komunikasi menggunakan media massa yang secara konseptual bisa berbentuk
Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres),
Instruksi Presiden (Inpres), Keputusan Menteri (Kepmen) dan Peraturan Daerah
(Perda). Pengadaan kebijakan tersebut sebagai ilustrasi adalah adanya PP yang
berupa peraturan perundang-undangan yang ditetapkan Presiden untuk menjalankan
UU yang telah ditetapkan. Ketentuan tentang perlunya PP ini, biasanya termuat
dalam Ketentuan Penutup sebuah UU. Dengan tidak adanya PP yang berlaku maka
semua pasal yang ada tidak akan berlaku. Dengan begitu, pemerintah tetap saja
dominan dalam pelaksanaan pasal-pasal UU. Artinya, terserah kepada pemerintah
pelaksanaan pasal-pasal UU.
Salah satu bentuk
kebijakan pemerintah di bidang kebijakan media massa adalah Inpres No. 6/2001
Tentang pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia.
Inpres ini dibuat karena belum adanya peraturan
perundang-undangan tentang telematika di Indonesia saampai saat Inpres tersebut
dibuat. Selain Inpres yang ada tersebut
ada juga kebijakan media massa lain berupa Kepmen yang merupakan peraturan
perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Menteri, dengan isi yang lebih
spesifik dan mengatur hal yang bersifat praktis. Seperti Kepmen Tahun 2004 tentang
Kebijakan Komunikasi: Konsep, Hakekat dan Praktek.
Untuk beberapa kasus akan muncul juga Peraturan Menteri
(Permen). Pada hakekatnyaPermen sama saja dengan Kepmen. Salah satu contoh
Kepmen tentang kebijakan media massa adalah Peraturan Menteri Komunikasi dan
Informatika Republik Indonesia No. 25/PER/M.Kominfo/5/2007 Tentang Penggunaan
Sumber Daya Dalam Negeri Untuk Produk Iklan Yang Disiarkan Melalui Lembaga
Penyiaran.
Sedangkan Perda adalah peraturan perundang-undangan yang
dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala
Daerah. Contoh Perda yang mengatur kebijakan media massa adalah Peraturan Daerah No. 8 Tahun 1998 yang
mengatur tentang pemasangan reklame di kota Yogyakarta.
Undang-undang lain yang juga berkenaan tentang media massa
adalah undang-undang yang bersumber kepada Surat
Keputusan DPR RI Nomor 3/DPRRI/I/1999-2000. Dimana Surat Ketua DPR RI Nomor 01/3184/DPR RI/1999 tanggal
25 Agustus 1999 berisi persetujuan atas RUU Telekomunikasi yang diserahkan ke
Presiden untuk diundangkan. Isi dari RUU tersebut antara lain ada 3 (tiga)
materi perubahan terhadap Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi (UU Telekomunikasi),
yaitu:
1. Penyelenggaraan telekomunikasi tidak lagi dibedakan
atas jasa telekomunikasi dasar dan telekomunikasi bukan dasar, tetapi dibedakan
menjadi penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan jasa
telekomunikasi dan penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
2. Penyelenggaraan telekomunikasi tidak lagi hanya
diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Telekomunikasi, tetapi dapat
diselenggarakan pula oleh Badan Hukum lain (Badan Usaha Milik Daerah atau Badan
Usaha Milik Negara/Swasta maupun Koperasi). Hal tersebut sesuai dengan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, sehingga penyelenggara telekomunikasi tidak lagi
menganut perinsip monopoli.
3. Mewajibkan kepada setiap penyelenggara jaringan dan
atau penyelenggara jasa telekomunikasi memberikan kontribusi dalam pelayanan di
daerah yang belum berkembang atau belum terlayani jaringan telekomunikasi yang
merupakan penugasan dari Pemerintah (Universal Service Obligation/USO).
Ada beberapa perihal
penting yang harus dicatat dan tidak dapat diabaikan dalam proses pembahasan
RUU Telekomunikasi, yaitu:
1. Mengakui (recognize) konvergennya tiga bidang:
telekomunikasi, penyiaran dan teknologi informasi, sehingga segenap tatanan
nasional perlu sesuai dan serasi dengan semakin konvergennya ketiga bidang
tersebut;
2. Membangun masyarakat Indonesia modern dan demokratis
hanya dapat terwujud dengan membangun masyarakat informasi (information
society) yang bertumpu pada system telekomunikasi nasional yang tangguh,
sehingga perlu diciptakan kesempatankesempatan yang luas untuk mewujudkannya.;
3. Dalam pada itu dalam membangun sistem telekomunikasi
nasional, yang diarahkan adalah terpeliharanya kepentingan nasional dalam arti
luas;
4. Peran pemerintah dalam suatu demokrasi yang modern
dibatasi pada penentuan arahanarahan dalam bentuk kebijaksanaan. Namun demikian
kebijaksanaan tersebut haruslah kebijaksanaan yang tegas, tidak tumpang tindih dan
menampung aspek konvergensi dimana pelaksanaan pada tataran pengaturan
dilakukan secara sangat profesional yang
dibantu oleh kemampuan-kemampuan yang ada di sektor swasta;
5. Penataan manajemen bidang frekuensi radio yang sangat
profesional dan, melalui peraturan pelaksanaan yang diturunkan dari
Undang-undang tentang telekomunikasi, menghindari berbagai hambatan, antara
lain pemusatan birokrasi.
6. Peran swasta yang luas, semakin mampu dan diharuskan
bersaing, tidak hanya dalam percaturan bisnis jasa dalam negeri, dan yang
didukung oleh Sumber Daya Manusia yang terlatih, terdidik sesuai keperluan yang
berkembang.
7. Perlindungan kepada konsumen yang jelas dan terinci,
baik ia konsumen akhir maupun konsumen antara (konsumen antara adalah
penyelenggara jasa telekomunikasi dan informasi yang menjadi konsumen jasa-jasa
telekomunikasi penyelenggara lain)
Sinkronisasi antara orang tua sebagai
media sosialisasi yang pertama, masyarakat umum, sekolah, aparatur negaara dan
juga pemerintah seharusnya digunakan untuk dapat mengendalikan media massa
secara positif.
Media massa apabila digunakan untuk
media pembelajaran akan menjadi sangat mumpuni, berdaya guna tinggi dan jelas
memberikan gambaran tanpa penjelasan yang terlalu berbelit-belit. Keberhasilan
pendidikan bisa didukung oleh kebijakan publik penggunaan media massa atau
justru sebaliknya.
Berhubungan dengan berbagai uraian
diatas dapat dipastikan apabila masa emas pertumbuhan anak diracuni berbagai
media massa yang memaparkan hal negatif akan sangat merugikan generasi muda
kita. Pemanfaatan media massa sebagai sarana pendidikan merupakan hal yang
lebih baik dan akan mendorong pemahaman dn penguraian konsep yang benar,
sehingga pembangunan di Indonesia akan lebih maju dan berdaya guna tinggi.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Media massa baik elektronik maupun cetak merupakan tempat
bersosialisasi, komunikasi dan berinteraksi antar pribadi, golongan dan juga
antara masyarakat dan pemerintah. Penggunaan media massa apabila digunakan
sebagai alat yang bertujuan negatif tentulah sangat mematikan. Penggunaan media
massa sebagai sarana penyebaran fitnah, dotkrin dan pengucilan terhadap
seseorang, golongan atau pihak-pihak tertentu.
Fase kanak-kanak merupakan fase terpenting untuk mendukung
pengembangan soft skill, socio skill dan
berbagai ketrampilan motorik lainya sebagai pondasi yang kelak akan digunakan
sebagai modal dasar menempuh hidupnya. Namun demikian, media massa yang
sekarang saling memaparkan dan selalu mengarahkan menuju kehidupan hedonism
merupakan racun yang akan menghancurkan masa depan generasi kita. Penggunaan
media massa dengan berbagai bentuk kebebasannya sangat berbahaya. Pemerintah,
bersama pihak aktor pelaku, masyarakat dan faktor pendukung lainya seharusnya
dapat melihat sisi dari penggunaan media massa untuk mengarahkannya ka arah
yang positif. Menggunakan media massa sebagai ajang berkomunikasi yang positif,
menebarkan pengetahuan umum yang bermanfaat untuk kehidupan dan sebagai sarana
yang membuat pembelajaran menjadi lebih menarik sehingga media massa merupakan
jalan menuju kearah terciptanya manusia Indonesia seutuhnya.
B.
Implikasi
Kebijakan
media massa yang diambil oleh pemerintah merupakan masukan dari perseorangan, aktor
pelaku, masyarakat umum dan juga pemerintah. Kebijakan tersebut harus
bersama-sama dijadikan acuan untuk melihat dampak kedepan yang akan dihadapi
bangsa.
Penyisihan kepentingan individu dan golongan harus
dilaksanakan sebagai sebuah jalan mendidik generasi bangsa menuju kea rah yang
lebih baik, bukan malah mengekang dan membunuh generasi secara halus dengan
racun pemaparan secara umum.
DAFTAR PUSTAKA
_________,
2003, Kurkikulum 2004 SMA, Pedoman Khusus
Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani,
Dikdasmen : Jakarta.
_________,
2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta : Balai Pustaka
_________, UU No. 40 tahun 1999 tentang pers.
Aip Syarifudin, 1992, Landasan Pendidikan Jasmani, Dirjen
Dikti: Jakarta.Depdikbud, 1972, Fisiologi Olahraga Aplikasi Prinsip-prinsip Fisiologi dalam Kegiatan Olahraga, Dirjen Dikti : Jakarta
Dähler Franz Dr., 1975, Menuju Kesehatan Psikis, Yayasan Kanisius : Yogyakarta
Hinca IP Panjaitan, 2000, Undang-Undang Telekomunikasi ; Partisi publik dan Pengaturan setengah hati, Media Law Ombudsperson : Jakarta.
Muhammad Munadi & Barnawi, 2011, Kebijakan Publik di Bidang Pendidikan, Ar-Ruzz Media : Jogjakarta
Roji, 2007, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan Untuk SMA Kelas IX, Erlangga : Jakarta.
Rachman Hermawan, 1988, Penyalahgunaan Narkotika oleh Para Remaja, PT. Eresco : Bandung.
Sukintaka, 1992, Teori Bermain, Dirjend. Dikti Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan, Depdikbud : Jakarta.
Sugiyanto dan Sujarwo, 1993, Perkembangan dan Belajar Gerak, Depdikbud : Jakarta.
Sukintaka, 1992, Teori Bermain, Dirjend. Dikti Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan, Depdikbud : Jakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)